Kampar -Bidik Nusantara News Laporan atas dugaan penyerobotan 400 hektar lahan milik petani Sawit yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M), di Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau, pada 27 Mei 2021 telah ditindaklanjuti oleh Bareskrim Polri. Dimana sudah diperiksa 37 saksi di Wilayah Hukum Polda Riau sejak 30 Agustus 2021- 3 September 2021.
Langkah cepat Polri telah memberikan harapan baru bagi 200 petani yang lebih dari 10 tahun kehilangan hak-haknya.
"Pemeriksaan saksi ini menjadi sinyal positif bagi upaya Polri memberantas mafia tanah di sektor perkebunan, yang jadi prioritas kerja Presiden Jokowi," kata Disna Riantina, Pengacara Publik, Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute didampingi anggota Tim Advokasi Erick Sepria, saat konferensi pers, Jumat (02/09/2021) di Kampar, Riau.
Namun kata Disna sapaan akrabnya, sejalan dengan upaya hukum yang sedang diperjuangkannya. Petani-petani kini menghadapi tekanan baru dari PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN) yang merupakan Bapak Angkat dalam Pola Perkebunan KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota).
"Alih-allih membantu petani, PTPN V yang juga merupakan terlapor dalam sejumlah kasus penghilangan asset negara dan dugaan korupsi. Malah membiarkan tanah-tanah petani dirampas oleh pihak lain. Bahkan justru juga melakukan tindakan-tindakan melawan hukum yang semakin mempersulit petani," terang Disna.
Menurutnya, sebagai bentuk serangan balik (back fire) atas upaya petani, PTPN V diduga memprakarsai penggantian pengurus Koperasi secara tidak sah. Dimana menyelenggaran Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) abal-abal dan menggunakan tangan-tangan tertentu untuk memaksa pengesahan kepengurusan Koperasi produk RALB abal-abal.
"Ada oknum PTPN V mengadu domba petani, menghadang hasil panen petani, menahan pencairan dana petani dari hasil penjualan buah hingga lebih 2 milyar dan tekanan-tekanan lainnya," bebernya.
Kata Disna, tindakan tersebut, melengkapi dugaan tipu muslihat PTPN V yang menggelembungkan hutang petani yang bersumber dari pinjaman Bank Mandiri. Dimana hutang petani menjadi membengkak hingga kini mencapai lebih 150 miliar.
"Modus ini akan berujung pada potensi perampasan 2.050 hektar kebun petani yang dijaminkan di Bank Mandiri. Sangat disayangkan, sehingga petani menjadi korban korporasi oknum perusahaan BUMN," ungkap Disna dengan jelas.
Sementara itu Erick Sepria Anggota Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute, mendesak Presiden Jokowi memerintahkan Menteri BUMN, Erick Thohir untuk menghentikan praktik bisnis PTPN V yang melawan hukum. Sebab katanya, perbuatan tersebut tidak akuntabel dan melukai hati para petani yang terancam tidak memiliki lahan dan tidak memiliki penghasilan. Alias bangkrut akibat ulah oknum
"Reforma Agraria yang menjadi program prioritas Jokowi hanya akan menjadi pepesan kosong, kalau Menteri BUMN tidak bisa mendisiplinkan jajaran BUMN," imbuhnya.
Katanya, Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk melakukan percepatan penanganan laporan dugaan korupsi di tubuh PTPN V yang dilaporkan pada 25 Mei 2021. Terutama terkait dugaan penghilangan asset negara dalam bentuk lahan seluas 500 hektar dan dugaan korupsi biaya pembangunan kebun.
"Banyak praktek dugaan korupsi yang terjadi di PTPN V. Kami mendesak KPK bisa mengungkap dugaan korupsi di perusahaan BUMN tersebut. Bukti laporan dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang sudah kami serahkan ke KPK 25 Mei 2021 lalu," pungkas Erick. (red)
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP
Keterangan Foto:
1. Kantor Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M), 31/8/2021. Dokumen Setara Institute.
2. Pengacara Publik dan Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria, Disna Riantina (berjilbab) dan Pengacara Publik Erick Sepria (baju putih) bersama Tim Bareskrim Polri, BPN Kampar dan PTPN V melakukan identifikasi lapangan kebun yang dilaporkan. 3/9/2021. Dokumen Setara Institute.
3. Truk pengangkut buah milik petani yang dihadang oknum warga dan diduga dikuasai PTPN V di Kecamatan Perhentian Raja, Kampar. 1/9/2021.
Dok. Setara Institute.
TIM / M.Musa sinabariba
Tidak ada komentar: